Nama saya Ekha.
Nama panjangnya Ekhaaaaaaaaa.
Nama lengkap? Ekha Nurul Hudaya.
Yang benar itu Ekha.
Kalau menuliskan namaku, tolong jangan sampai
salah. E-K-H-A. Iya, ada huruf H di depan K. Biasa ya, ada yang cuma menuliskan E,
K, dan A doang, gak pake H. Kadang-kadang, saya protes “Apa susahnya menambahkan
satu karakter lagi?”, lalu kebanyakan jawabannya seperti ini: “Apa pengaruhnya
coba huruf H-nya itu?”.
Tapi iya, saya juga pernah berfikir. Apa
pengaruhnya? Ekha dan Eka kan homofon? Kenapa sampai protes?
Menurutku itu adalah hakku untuk protes,
bahkan harus. Saya tidak mungkin menunggu sampai terjadi kesalahan semisal
tidak lulus suatu tes karena terjadi data error. Ya kan?
Alasan lainnya, aku sangat menghargai nama
pemberian orangtuaku. Melihat kesalahan penulisan namaku di dokumen
tertentu, absen atau pengumuman, rasanya
ada sesuatu yang kurang mengenakkan *tjiaah
Jadi, saya lebih suka dipanggil Ekha, meski
dipanggil makan juga ayok banget.
Antara
Hidayah, Hidayat, dan Hudaya.
Jika perihal nama depanku saja kadang
menimbulkan drama, lain lagi dengan nama belakangku. Teman-temanku kadang
bertanya untuk memastikan penulisan namaku yang benar, “pake Hi atau Hu?”,
maksudnya Hidayah atau Hudaya. “Ujungnya h, t, atau gak ada?” . Soalnya ya,
nama belakangku ini bukan nama keluarga.
Sebenarnya aku sendiri mengakui ketiga versi
tersebut sebagai nama belakangku. Tapi harus dilihat sikonnya dulu lah. Kalau
untuk database wajib dan penting seperti KTP, pendaftaran formal, kegiatan
perkuliahan, atau sejenisnya, yang digunakan harus lah Ekha Nurul Hudaya.
Sesuai yang tertera di akte kelahiranku.
Waktu SMP dan SMK saya cenderung menggunakan
nama belakang Hidayat, kecuali saat UAS dan UN. Kalau nama belakangku yang
benar adalah Hudaya, kenapa muncul Hidayah dan Hidayat? Itu semua ada
sejarahnya.
Pengetahuan pertama saya untuk nama lengkap
adalah Ekha Nurul Hidayah. Yah. Terdengar anggun. Tapi saat mulai masuk di TPA
(kelas 3 SD), kakak ustazah selalu menuliskan Hidayat hingga saya tamat TPA dan
lulus SD.
Memasuki bangku SMP, saya sedang gila-gilanya
dengan bulu tangkis. Makanya nama belakang Hidayat masih kubawa-bawa atas dasar kecintaanku pada
bang Taufik Hidayat.
Tapi itu dulu.
Sekarang saya sadar dan terbiasa untuk
konsisten pada nama, nama yang telah terpatri di Akte Kelahiran, Ekha Nurul
Hudaya, meski saya diakikah dengan nama
belakang Hidayah.
Didukung kejadian saat masih usia belasan.
Saat itu saya bertemu dengan seorang ahli Feng Shui yang jam terbangnya sudah
tinggi. I really don’t stand for it but, karena banyak teman yang konsultasi
dengan si ahli fengshui, saya jadi iseng ikut bertanya. Mumpung gratis.
Kalau yang lain bertanya soal jodoh dan hoki,
saya justru meminta pendapat si ahli Fengshui perihal nama belakang. “Ci, cocok
mana penulisan nama saya untuk profil BBM?” (sumpah iseng sekali
pertanyaannya). Ini daftar yang saya perlihatkan ke cici fengshui.
Ekha Nurul Hidayah
Ekha Nurul Hidayat
Ekha Nurul H
Ekha Nurul Hudaya
Ekha NH
Ekha Nurul Hidayat
Ekha Nurul H
Ekha Nurul Hudaya
Ekha NH
Setelah cici fengshui melihat, meraba, dan
menerawang, si cici bertanya nama di KTP yang mana. “Kalau dilihat lagi, nama
Ekha Nurul Hudaya lebih membawa aura positif untukmu, jadi gunakan selalu nama
itu” begitu kira-kira jawabannya. Masuk akal sih. Masuk akal sekali -_-
Maksud si cici fengshui barangkali, “Yaelah, pakai
nama asli sajalah, dik, jadi diri sendiri di profil medsos, apalagi untuk urusan
administrasi. Ganti nama repot lho.” Iya, ci, iya.
Itu sih.
Intinya, Ma, Pa, saya suka nama pemberian
kalian.
Depan Laptop
Acer Kesayangan, Oktober 2016.

No comments:
Post a Comment
Silahkan komentarnya kakaaak :D